Blog

  • Kapal laut dan sejarah panjangnya

    Kapal laut dan sejarah panjangnya

    Kapal Laut   (bahasa Inggris: Ship) adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai dsb) seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci. Sedangkan dalam istilah inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil. Secara kebiasaannya kapal dapat membawa perahu tetapi perahu tidak dapat membawa kapal. Ukuran sebenarnya di mana sebuah Perahu disebut Kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.

    Berabad-abad kapal dipakai oleh manusia untuk mengarungi sungai atau lautan yang diawali oleh penemuan perahu. Biasanya manusia pada masa lampau menggunakan kano, rakit ataupun perahu, semakin besar kebutuhan akan daya muat maka dibuatlah perahu atau rakit yang berukuran lebih besar yang dinamakan kapal. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal pada masa lampau menggunakan kayu, bambu ataupun batang-batang papirus seperti yang digunakan bangsa mesir kuno kemudian digunakan bahan bahan logam seperti besi/baja karena kebutuhan manusia akan kapal yang kuat. Untuk penggeraknya manusia pada awalnya menggunakan dayung kemudian angin dengan bantuan layar, mesin uap setelah muncul revolusi Industri dan mesin diesel serta Nuklir. Beberapa penelitian memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Ekranoplane. Serta kapal yang digunakan di dasar lautan yakni kapal selam.

    Berabad abad kapal digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang sampai akhirnya pada awal abad ke-20 ditemukan pesawat terbang yang mampu mengangkut barang dan penumpang dalam waktu singkat maka kapal-pun mendapat saingan berat. Namun untuk kapal masih memiliki keunggulan yakni mampu mengangkut barang dengan tonase yang lebih besar sehingga lebih banyak didominasi kapal niaga dan tanker sedangkan kapal penumpang banyak dialihkan menjadi kapal pesiar seperti Queen Elizabeth dan Awani Dream.

    Etimologi

    Kata “kapal” di bahasa Indonesia dan Melayu berasal dari rumpun bahasa Dravida “kapal”. Kata ini mulai muncul pada literatur Tamil sebagai kata கப்பல் setelah abad ke-17. Pada literatur dari Nusantara sebelum abad ke-17, kata kapal selalu merujuk kepada kendaraan air buatan luar negeri (dalam hal ini, India). “Kapal” dulunya digunakan untuk merujuk pada kendaraan air dari pesisir Koromandel (pantai Timur India), dari bahasa Telugu atau Telinga, yang memiliki sistem layar persegi (square-rigged vessel).:66, 379 Sebelum abad itu, perahu merujuk kepada kendaraan air besar (lihat K’un-lun po), sampai akhirnya benar-benar digantikan oleh kata “kapal” untuk merujuk kepada kendaraan air besar.

    Sejarah

    Pra-Sejarah

    Sejarah kapal sejalan dengan petualangan manusia. Perahu yang dikenal pertama kali dikenal pada masa Neolitikum, sekitar 10.000 tahun yang lalu. Kapal-kapal awal ini memiliki fungsi yang terbatas: mereka dapat bergerak di atas air, tetapi hanya itu. Terutama digunakan untuk berburu dan memancing. Kano tertua yang ditemukan arkeolog sering dibuat dari batang pohon coniferous, menggunakan peralatan batu sederhana.

    Sekitar 5.000 tahun lalu, orang tinggal dekat Kongens Lyngby di Denmark menemukan lambung terpisah, yang memungkinkan ukuran perahu ditingkatkan secara bertahap. Perahu segera berkembang menjadi perahu lunas yang mirip dengan kapal kerajinan kayu saat ini.

    Untuk menentukan arah, pada masa lalu kapal berlayar tidak jauh dari benua atau daratan. Namun sesuai dengan perkembangan akhirnya para awak kapal menggunakan bintang sebagai alat bantu navigasi dengan alat bantu berupa kompas dan astrolab serta peta. Ditemukannya jam pasir oleh orang-orang Arab juga ikut membantu navigasi ditambah dengan penemuan jam oleh John Harrison pada abad ke-17. Penemuan telegraf oleh Samuel F.B. Morse dan radio oleh G. Marconi, terlebih lebih penggunaan radar dan sonar yang ditemukan pada abad ke 20 membuat peranan navigator agak tergeser. Satuan kecepatan kapal dihitung dengan knot di mana 1 knot = 1,85200 km/jam.

    Menjelang akhir abad ke-20, navigasi sangat dipermudah oleh GPS, yang memiliki ketelitian sangat tinggi dengan bantuan satelit.Selain dari itu sistem komunikasi yang sangat modern juga menunjang navigasi dengan adanya beberapa macam peralatan seperti radar type Harpa memungkinkan para navigator / Mualim bisa melihat langsung keadaan kondisi laut. Radar harpa ini adalah radar modern yang bisa mendeteksi langsung jarak antara kapal dgn kapal, kapal dengan daratan, kapal dengan daerah berbahaya, kecepatan kapal, kecepatan angin,dan mempunyai daya akurasi gambar yang jelas. Selain dari itu ada lagi system GMDSS (Global Maritime Distress safety system) Suatu sistem keselamatan pelayaran secara global. Kalau suatu kapal berada dalam kondisi berbahaya system ini akan memancarkan berita bahaya yang berisi posisi kapal, nama kapal, jenis marabahaya,tersebut secara otomatis, cepat, tepat, akurat. Untuk sistem komunikasi lainnya ada INMARSAT (International Maritime satellite) Suatu sistem pengiriman berita menggunakan E-Mail, Telephone, Telex, ataupun Faximile.

    Arsitektur

    Beberapa komponen ada di kapal dengan berbagai ukuran dan tujuan. Setiap kapal memiliki jenis lambung. Setiap kapal mempunyai semacam tenaga penggerak, entah itu tiang, poros, atau reaktor nuklir. Kebanyakan kapal memiliki semacam sistem kemudi. Karakteristik lain yang umum, namun tidak universal, seperti kompartemen, ruang tunggu, bangunan atas, dan perlengkapan seperti jangkar dan derek

    Lambung kapal

    Agar sebuah kapal dapat mengapung, beratnya harus lebih kecil dari berat air yang dipindahkan oleh lambung kapal. Ada banyak jenis lambung kapal, mulai dari kayu gelondongan yang diikat menjadi rakit hingga lambung kapal layar Piala Amerika yang canggih . Sebuah kapal mungkin memiliki satu lambung (disebut desain ekalambung), dua pada kasus katamaran , atau tiga pada kasus trimaran . Kapal dengan lambung lebih dari tiga jarang ditemukan, namun beberapa percobaan telah dilakukan dengan desain seperti pentamaran.

    Lambung kapal memiliki beberapa elemen seperti berikut :

    • Haluan : Bagian depan dari lambung kapal. Haluan kapal dirancang untuk mengurangi tahanan ketika haluan kapal memecah air dan harus cukup tinggi untuk mencegah air masuk kedalam kapal akibat ombak atau belahan air saat kapal berlayar.
    • Lunas : Elemen struktur memanjang paling bawah pada lambung kapal atau perahu. Pada beberapa kapal layar , ini mungkin juga memiliki tujuan hidrodinamik dan penyeimbang.berada di bagian paling bawah lambung kapal, memanjang sepanjang kapal.
    • Buritan : Bagian belakang lambung kapal, dan banyak lambung memiliki punggung datar yang dikenal sebagai jendela di atas pintu .

    Pelengkap lambung yang umum mencakup baling-baling untuk penggerak, kemudi sepak untuk kendali kapal, dan stabilisator untuk meredam gerakan menggelinding kapal. Fitur lambung lainnya mungkin berhubungan dengan pekerjaan kapal, seperti alat tangkap dan kubah sonar .

    Lambung kapal tunduk pada berbagai kendala hidrostatik dan hidrodinamik. Kendala hidrostatik utama adalah bahwa ia harus mampu menopang seluruh berat kapal, dan menjaga stabilitas bahkan dengan berat yang tidak merata. Kendala hidrodinamik mencakup kemampuan menahan gelombang kejut, benturan cuaca, dan landasan. Kapal tua dan kapal pesiar seringkali memiliki atau memiliki lambung kayu. Baja digunakan untuk sebagian besar kapal komersial. Aluminium sering digunakan untuk kapal cepat, dan material komposit sering ditemukan di perahu layar dan kapal pesiar. Beberapa kapal telah dibuat dengan lambung beton 

    Sistem propulsi

    Sistem propulsi kapal terbagi dalam tiga kategori: propulsi manusia, propulsi berlayar , dan propulsi mekanis. Tenaga penggerak manusia termasuk mendayung , yang bahkan digunakan di kapal-kapal besar . Penggerak dengan layar umumnya terdiri dari layar yang diangkat pada tiang tegak, ditopang oleh penahan dan tiang, serta dikendalikan oleh tali. Sistem layar merupakan bentuk penggerak yang dominan hingga abad ke-19. Sekarang umumnya digunakan untuk rekreasi dan kompetisi, meskipun sistem layar eksperimental, seperti layar turbo , layar rotor , dan layar sayap telah digunakan pada kapal modern yang lebih besar untuk menghemat bahan bakar.

    Sistem penggerak mekanis umumnya terdiri dari motor atau mesin yang memutar baling-baling , atau yang lebih jarang, impeler atau sirip penggerak gelombang . Mesin uap pertama kali digunakan untuk tujuan ini, namun sebagian besar telah digantikan oleh mesin diesel dua langkah atau empat langkah , motor tempel, dan mesin turbin gas pada kapal yang lebih cepat. Reaktor nuklir yang menghasilkan uap digunakan untuk menggerakkan kapal perang dan kapal pemecah es , dan ada upaya untuk menggunakannya untuk menggerakkan kapal komersial (lihat NS Savannah ).

    Selain baling-baling anggul tradisional yang tetap dan dapat dikontrol, terdapat banyak variasi khusus, seperti baling-baling kontra-rotasi dan gaya nosel. Sebagian besar kapal memiliki satu baling-baling, namun beberapa kapal besar mungkin memiliki hingga empat baling-baling yang dilengkapi dengan pendorong melintang untuk bermanuver di pelabuhan. Baling-baling dihubungkan ke mesin utama melalui poros baling-baling dan, dalam kasus mesin kecepatan sedang dan tinggi, gearbox reduksi. Beberapa kapal modern memiliki daya kereta diesel-listrik yang baling-balingnya diputar oleh motor listrik yang digerakkan oleh generator kapal.

    Ketika kelestarian lingkungan menjadi perhatian utama, industri maritim mengeksplorasi teknologi propulsi yang lebih ramah lingkungan. Alternatif seperti LPG (Liquefied Petroleum Gas), amonia, dan hidrogen muncul sebagai pilihan yang layak. LPG sudah digunakan sebagai bahan bakar untuk pengiriman jarak jauh, menawarkan pilihan yang lebih ramah lingkungan dengan jejak karbon yang lebih rendah. Sementara itu, teknologi hidrogen dan amonia sedang dalam tahap pengembangan untuk aplikasi jarak jauh, menjanjikan pengurangan emisi yang lebih signifikan dan satu langkah lebih dekat untuk mencapai pengiriman karbon netral.

    Sistem kemudi

    Untuk kapal dengan sistem propulsi independen di setiap sisinya, seperti dayung manual atau beberapa dayung , sistem kemudi mungkin tidak diperlukan. Pada sebagian besar desain, seperti perahu yang digerakkan oleh mesin atau layar, sistem kemudi menjadi diperlukan. Yang paling umum adalah kemudi sepak, bidang terendam yang terletak di bagian belakang lambung kapal. Kemudi sepak diputar untuk menghasilkan gaya lateral yang memutar perahu. Kemudi dapat diputar dengan anakan , roda manual, atau sistem elektro-hidrolik. Sistem auto pandu menggabungkan kemudi mekanis dengan sistem navigasi. Baling-baling saluran terkadang digunakan untuk kemudi.

    Beberapa sistem propulsi pada dasarnya adalah sistem kemudi. Contohnya termasuk motor tempel , pendorong haluan , dan penggerak Z

    Palka , kompartemen dan struktur atas

    • Palka : Ruang untuk membawa muatan di dalam kompartemen kapal. Kargo yang disimpan di palka dapat dikemas dalam peti, bal, dll., atau tidak dikemas ( kargo curah ). Akses ke palka dilakukan melalui lubang besar di bagian atas.
    • Geladak : Penutup permanen pada kompartemen atau lambung kapal. Pada perahu atau kapal, geladak utama atau geladak atas adalah struktur horizontal yang membentuk “atap” lambung kapal, memperkuatnya dan berfungsi sebagai permukaan kerja utama.
    • Anjungan : Ruang komando kapal dimana ditempatkan roda kemudi kapal, peralatan navigasi untuk menentukan posisi kapal berada dan biasanya terdapat kamar nakhoda dan kamar radio.
    • Peropon : Kompartemen kapal, kereta api, atau pesawat terbang tempat makanan dimasak dan disiapkan.

    Contoh bagian lainnya adalah tangki , kompartemen yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar, oli mesin, dan air bersih. Ada juga tangki tolak bahara yang digunakan untuk mengukuhkan stabilitasnya kapal.

    Superstruktur ditemukan di atas geladak utama. Di perahu layar, biasanya sangat rendah. Pada kapal kargo modern, mereka hampir selalu berada di dekat buritan kapal. Pada kapal penumpang dan kapal perang, superstruktur umumnya memanjang jauh ke depan.

    Jenis-jenis Kapal

    Kapal sulit untuk diklasifikasikan, terutama karena banyak sekali kriteria yang menjadi dasar klasifikasi dalam sistem yang ada seperti:

    Sejarah Perkapalan Nusantara

    Kita semua tentunya telah sering mendengar ungkapan ‘nenek moyang kita seorang pelaut’. Sebagai bangsa yang sejarahnya erat dengan pelayaran, kita harus mengetahui teknologi perkapalan Nusantara. Berikut sedikit mengenai sejarah teknologi perkapalan di Nusantara

    Sebelum kapal api ditemukan, kapal dan perahu di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kapal lesung dan kapal papan. Meskipun kedua kapal tersebut paling sederhana, namun dalam pembuatannya memerlukan teknik khusus. Evolusi teknologi kapal dapat diurutkan pada zaman prasejarah, dimana sampan sudah cukup dikenal di samping rakit. Ini dibuktikan dengan ditemukannya lukisan pre-historis di Pulau Kei Kecil yang terdapat di dinding gua atau batu karang meskipun tidak begitu jelas bentuknya.

    Kerajaan Sriwijaya juga telah mengembangkan teknologi perkapalan guna mengawasi perdagangan dan daerah koloninya. Bobot Kapal Sriwijaya mencapai 250-1000 ton dengan panjang 60 meter yang mampu menampung seribu orang, belum termasuk muatan barang. Jika bukti ini benar, maka teknologi kapal Indonesia dapat dikatakan sebagai yang terbaik di Asia Tenggara.

    Pada abad ke-15 sebelumnya juga telah dikenal Perahu Kora-Kora. Digambarkan sebagai perahu terbaik pada abad ke-15 oleh Pigafetta, karena model perahu ini cukup bagus. Perahu ini merupakan perahu yang paling terkenal, karena VOC mengadopsi Kora-Kora dalam pelayaran Hongi mereka di Maluku dan seringkali digunakan untuk berperang oleh kerajaan-kerajaan lokal melawan penguasa Eropa ataupun dengan kerajaan-kerajaan lokal lainnya.

    Pada abad ke-16 M saat orang-orang Eropa pertama kali sampai di perairan Nusantara mereka terpesona pada Kapal Jong, karena ukurannya lebih besar dari kapal-kapal para penjelajah Eropa dan memiliki keunikan konstruksi yang tidak pernah mereka temukan sebelumnya. Kapal ini memiliki kargo dengan kapasitas besar, papan lambung yang berlapis, dan mempunyai beberapa layar. Kapal Jong berperan penting dalam perdagangan di Asia Tenggara dalam mengangkut barang-barang dagangan dari wilayah timur Nusantara, Jawa, dan Sumatera untuk dikirim ke berbagai kota-kota dagang, khususnya Malaka.

    Keahlian arsitek kapal Jawa juga terkenal namun hanya terbatas pada kapal-kapal kecil yang bisa berlayar cepat untuk keperluan perang. Menurut orang Belanda, pusat galangan kapal di Jawa adalah Lasem. Diperkirakan puluhan pasukan kapal yang digunakan oleh Adipati Unus untuk menggempur Malaka adalah dari galangan Kapal Lasem ini.

    Di bagian Timur kepulauan nusantara, pusat galangan kapal terdapat di pulau-pulau Kei. Setiap tahun kapal dan perahu yang baru selesai di buat berangkat dari Kei ke pelabuhan Maluku untuk di jual. Para pengunjung pulau Kei memuji keahlian Orang Kei dalam teknologi membuat kapal. Gambaran yang demikian menunjukkan bahwa tradisi maritim yang telah mempengaruhi budaya Kei didukung oleh sebuah pengetahuan teknik perkapalan yang sudah mulai sebelum abad ke-19 M.

    Selain kapal di atas, juga ada Kapal Padewakang. Kapal ini ada sejak abad ke-18 M, merupakan kapal utama dari jenis kapal lainnya. Padewakang-padewakang milik pedagang Mandar, Makassar, dan Bugis berlayar ke seluruh Samudera Indonesia diantara Irian Jaya dan Semenanjung Malaya. Kapal Padewakang ini populer sebagai Armada Teripang, karena para pedagang Makassar menggunakan kapal jenis ini untuk berburu teripang yang kemudian dijual kepada pedagang Cina. Terlepas dari itu semua, keadaan ini menunjukkan bahwa jiwa bahari telah menghasilkan banyak jenis kapal sesuai dengan keperluan setempat

  • Penerbangan di Indonesia

    Penerbangan di Indonesia

    Penerbangan di Indonesia merupakan sarana penting untuk menghubungkan ribuan pulau di Nusantara. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau, sebanyak 922 di antaranya dihuni secara menetap. Dengan jumlah penduduk ditaksir sebanyak lebih dari 255 juta jiwa — menjadikan negara ini sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia — juga berkat pertumbuhan kelas menengah dan tumbuhnya penerbangan bertarif rendah pada dasawarsa terakhir, Indonesia secara luas dianggap sebagai pasar penerbangan yang tengah tumbuh. Antara kurun 2009 dan 2014, jumlah penumpang pesawat terbang Indonesia meningkat dari 27.421.235 menjadi 94.504.086, sebuah peningkatan lebih dari tiga kali lipat. Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) telah meramalkan bahwa Indonesia akan menjadi pasar perjalanan penerbangan terbesar keenam dunia pada 2034. Sekitar 270 juta penumpang diperkirakan akan terbang dari dan menuju Indonesia, serta di dalam negeri Indonesia pada 2034.

    Akan tetapi, masalah keselamatan terus menjadi persoalan dalam penerbangan di Indonesia. Beberapa kecelakaan penerbangan telah memberikan reputasi buruk terhadap sistem transportasi udara di Indonesia. Penerbangan di Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan, termasuk infrastruktur yang kurang baik kondisinya, usang, ataupun melebihi kapasitasnya, hingga faktor kesalahan manusia, cuaca buruk, asap kebakaran lahan dan hutan, serta debu vulkanik yang disemburkan letusan gunung berapi di Indonesia yang dapat mengganggu penerbangan.

    Di Indonesia terdapat sebanyak 22 penerbangan komersial berjadwal yang mengangkut lebih dari 30 penumpang, dan 32 penerbangan komersial berjadwal yang mengangkut penumpang sebanyak 30 orang atau kurang serta penerbangan carteran. Garuda Indonesia adalah maskapai  nasional Indonesia.

    TNI Angkatan Udara memiliki 34.930 personil dilengkapi 224 pesawat, di antaranya 110 adalah pesawat tempur. TNI Angkatan Udara memiliki dan mengoperasikan sejumlah pangkalan udara dan lapangan terbang militer di seluruh Nusantara

    Kebijakan transit udara

    Sebagai negara besar yang terentang mencakupi tiga zona waktu, Indonesia memiliki wilayah udara yang luas. Akan tetapi, Indonesia bukan merupakan peserta yang menandatangani International Air Services Transit Agreement (IASTA), karena itulah wilayah udara Indonesia dan bandar udara di Indonesia tertutup bagi maskapai penerbangan komersial asing, kecuali terdapat perjanjian bilateral yang dinegosiasikan dengan negara asing. Indonesia dan Australia sebagai contoh, telah menandatangani kesepakatan bilateral terkait layanan transportasi udara pada 7 Februari 2013. Berdasarkan perjanjian ini, masing-masing negara memberikan hak kepada negara rekan untuk terbang di atas wilayahnya tanpa mendarat, hak untuk singgah di wilayahnya untuk keperluan di luar trafik (kemerdekaan udara pertama dan kedua), serta memberikan hak kepada maskapai penerbangan yang ditunjuk untuk mengoperasikan layanan.

    Indonesia adalah pasar penerbangan terbesar di ASEAN. Akan tetapi, Indonesia belum menjadi anggota penuh Kesepakatan angkasa terbuka ASEAN, yang berencana meniadakan pembatasan penerbangan di seluruh Asia Tenggara pada negara anggotanya per akhir 2015 atau awal 2016. Indonesia mempertimbangkan hanya membuka lima bandar udara internasionalnya di bawah kebijakan ini; antara lain Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan Makassar. Saat ini Indonesia menerapkan pembatasan terhadap maskapai  asing untuk beroperasi di Indonesia. Kebijakan yang bersifat proteksionis ini dimaksudkan untuk melindungi bisnis  dalam negeri. Akses bagi maskapai asing untuk melayani rute dalam negeri dilarang, sementara penerbangan internasional diatur di bawah perjanjian bilateral. Untuk menyiasati kebijakan ini, agar dapat beroperasi di Indonesia, perusahaan penerbangan asing harus membeli, memiliki dan mengoperasikan maskapai penerbangan yang berbasis di Indonesia terlebih dahulu. Contoh praktek ini adalah maskapai Indonesia AirAsia, cabang dari maskapai Malaysia AirAsia, yang sebelumnya membeli dan mengoperasikan maskapai lokal Awair pada 2004, sebelum akhirnya berubah nama menjadi Indonesia AirAsia pada 2005.

    Sejarah

    Penerbangan pertama

    Penerbangan pertama di Indonesia (dahulu Hindia Belanda) dimulai di Surabaya pada 18 Februari 1913 oleh pria asal Probolinggo bernama Johan Willem Emile Louis Hilgers. Uji coba penerbangan itu dilakukan di tanah lapang berumput. Hilgers berhasil mengudara selama sekitar 23 menit. Pesawat yang digunakan dalam uji coba pertama ini diangkut dari Belanda menggunakan kapal laut milik pemerintah kolonial Belanda. Sayangnya, uji coba tersebut berujung pada jatuhnya pesawat di area hutan bambu Kampung Baliwerti.

    Bagi sejarah penerbangan Indonesia, momen tersebut menjadi kecelakaan penerbangan untuk yang pertama kali, serta pemecahan dua rekor sekaligus, yaitu pilot pertama yang berhasil menerbangkan pesawat dan pilot pertama yang selamat dari kecelakaan dalam .

    Pada 1914, Jan Hilgers menjalin kontak dengan Hein ter Poorten, Komandan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL), tentara Kerajaan Hindia Belanda, pada masa Perang Dunia II. Mereka kemudian merintis pembentukan Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda (Militaire Luchtvaart-KNIL). Selama hidupnya Hilgers telah lepas landas sekitar 3.000 kali di Hindia Belanda, 20 diantaranya mengalami kecelakaan. Hilgers meninggal di Kamp Interniran Jepang pada 21 Juli 1945

    Masa kolonial

    layanan penerbangan dirintis di awal abad ke-20 di Hindia Belanda. Pada 1 Oktober 1924, KLM menggelar lintas benua perdananya, menghubungkan Amsterdam dengan Batavia (kini Jakarta) dengan menggunakan pesawat Fokker F-VII. Pada September 1929, KLM memulai layanan penerbangan berjadwal antara Amsterdam dan Batavia. Rute ini menghubungkan Amsterdam ke Marseille, Roma, Brindisi, Athena, Mersa Matruh, Kairo, Gaza, Baghdad, Bushire, Lingeh, Ojas, Gwadar, Karachi, Jodhpur, Allahabad, Kalkuta, Akyab, Rangoon, Bangkok, Alor Star, Medan, Palembang, dan Batavia, dan dilanjutkan ke Bandung. Sampai menjelang pecahnya Perang Dunia Kedua, jalur  ini adalah jalur penerbangan berjadwal terpanjang di dunia.

    Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) — maskapai penbeerbangan Hindia Belanda — didirikan pada 16 Juli 1928. Penerbangan perdana pertamanya menghubungkan Batavia – Bandung, dan Batavia – Semarang, mulai 1 November 1928. Peresmian penerbangan perdananya digelar di lapangan terbang Cililitan di Batavia (kini Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma). Penerbangan Batavia-Semarang kemudian diperpanjang ke Surabaya. Secara bertahap, layanan penerbangannya diperluas dengan menjangkau pulau-pulau lain di Nusantara, antara lain Palembang dan Medan di Sumatra, Balikpapan dan Tarakan di Kalimantan, dan Denpasar di Bali. Segera sebelum Perang Pasifik, KNILM juga membuat jejaring penerbangan di kawasan timur Hindia Belanda, dengan menghubungkan kota Ambon. Untuk keperluan ini, pesawat amfibi yang dapat mendarat di atas permukaan air, seperti pesawat amfibi Vought/Sikorsky VS 42 dan 43 serta Grumman G-21 digunakan, karena kurangnya fasilitas lapangan terbang di kawasan ini.

    Seawal tahun 1930, KNILM memulai layanan penerbangan internasional perdananya dengan penerbangan ke Singapura. Pada Juni 1937, beberapa kota di Hindia Belanda disinggahi oleh Amelia Earhart dalam perjalanan penerbangan keliling dunianya. Dari Singapura, Earhart terbang ke Bandung, Surabaya, dan Kupang sebelum melanjutkan penerbangannya ke Darwin, Australia. Pada 3 Juli 1938, KNILM mulai beroperasi di Australia dengan terbang ke Sydney, dengan singgah di Darwin, Cloncurry, dan Charleville. KNILM tidak terbang ke Belanda, karena penerbangan mingguan Amsterdam-Batavia sudah dilayani oleh KLM.

    Pada saat serangan Jepang terhadap Hindia Belanda, KNILM digunakan sebagai  evakuasi serta penerbangan transportasi pengangkut tentara. KNIL tidak dapat beroperasi di Hindia Belanda akibat Perang Dunia II dan dilanjutkan oleh Perang Kemerdekaan Indonesia, selanjutnya perusahaan ini dibubarkan sepenuhnya pada 1 Agustus 1947. Asetnya yang tersisa kemudian dialihkan ke KLM, yang kemudian menciptakan KLM Interinsulair Bedrijf (Layanan Antar Pulau).

    Masa republik

    Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan kemudian disusul perang kemerdekaan.Setelah mengalami perang lima tahun dan meraih pengakuan dari Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada akhir 1949, bisnis  dibuka kembali. Maskapai KLM Interinsulair Bedrijf dinasionalisasikan oleh Pemerintah Indonesia pada Desember 1949 sebagai Garuda Indonesia, maskapai penerbangan nasional Indonesia, dan memulai layanan penerbangan di Nusantara.

    Pada tahun-tahun awal Republik Indonesia, Garuda Indonesia mendominasi layanan  di negara ini, menghubungkan kota-kota besar di Nusantara. Pada 1956, Garuda Indonesia menggelar layanan penerbangan haji perdananya ke Makkah dengan menggunakan pesawat Convair, mengangkut 40 jamaah haji Indonesia.Pada 1963, memulai layanan penerbangan ke Hong Kong. Pada pertengahan dasawarsa 1960-an, maskapai ini menerima kiriman perdana pesawat Douglas DC-8 dan kemudian tumbuh lebih jauh melampaui pasar Asia yang biasa dilayaninya. Dimulai dengan melayani berjadwal ke Amsterdam dan Frankfurt melalui Colombo, Bombay, dan Praha. Roma dan Paris menjadi tujuan Eropa ketiga dan keempat bagi Garuda Indonesia, dengan pemberhentian di Bombay dan Kairo untuk mengisi bahan bakar ke Republik Rakyat Tiongkok dimulai pada tahun yang sama, dengan layanan ke Kanton via Phnom Penh.

    Pada 1962, maskapai Merpati Nusantara Airlines milik pemerintah didirikan untuk melayani  perintis dengan pesawat kecil untuk menghubungkan kawasan-kawasan terpencil di Nusantara. Akan tetapi maskapai ini berhenti beroperasi pada Februari 2014 dan kemudian dinyatakan bangkrut.Pada 1969,  swasta di Indonesia mulai tumbuh dengan didirikannya Mandala Airlines, menyusul pula Bouraq pada 1970. Maskapai  swasta ini secara langsung bersaing dengan maskapai milik pemerintah (BUMN) yaitu Garuda Indonesia and Merpati Nusantara airlines, dan tetap bertahan hingga dasawarsa 2000-an. Bouraq berhenti beroperasi pada 2005. Mandala kemudian dibeli oleh Tigerair Group asal Singapura pada 2012, akan tetapi Tigerair Mandala kemudian berhenti beroperasi pada 2014

    Pada tahun 2000, Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan deregulasi , yang memungkinkan perizinan yang lebih mudah untuk mendirikan maskapai penerbangan baru. Kebijakan ini bermaksud untuk merangsang investasi transportasi dan meningkatkan bisnis  di dalam negeri, di samping untuk menggairahkan industri pariwisata di kawasan. Akibatnya, maskapai-maskapai penerbangan baru tumbuh dan bermunculan, antara lain Lion Air (didirikan 1999), Sriwijaya Air (didirikan 2003), Adam Air (beroperasi 2002 sampai 2008), dan Batavia Air beroperasi 2002 sampai 2013). Kebijakan deregulasi ini merangsang tumbuhnya layanan maskapai penerbangan berbiaya rendah di Indonesia.Sebelumnya layanan penerbangan di Indonesia didominasi oleh maskapai yang telah berpengalaman seperti Garuda Indonesia dan Merpati

    Maskapai Belanda

    Selain penerbangan militer, pemerintah Hindia Belanda juga mencoba peruntungan dengan menjalankan penerbangan komersil. komersil ini ditandai dengan berdirinya maskapai Belanda yang bernama Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) pada tahun 1928. Maskapai ini berdiri sebagai hasil kerja sama sejumlah perusahaan dagang, salah satunya perusahaan penerbangan Kerajaan Belanda yang bernama KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij). Munculnya KNILM menjadi tonggak baru perkembangan penerbangan di Indonesia saat itu. KNILM mengenalkan sistem penerbangan berjadwal pertama di Hindia Belanda. Di antara jadwal penerbangan yang ada yaitu Batavia-Bandung satu kali dalam seminggu, Batavia-Surabaya satu hari sekali dengan transit di Semarang.

    Kemudian ada juga rute Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan dengan frekuensi satu kali seminggu. Bahkan ada pula rute Batavia hingga Singapura dan Australia. Rute-rute yang ada menandakan bahwa sejak masa itu sudah ada bandara di kota-kota seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Medan, Palembang, dan sebagainya. Adapun pesawat yang digunakan pada awal KNILM yaitu pesawat jenis Fokker, seperti Fokker F.VIIb, Fokker F.XII. Pesawat ini bisa mengangkut sekitar 2-5 orang.

    Pada perkembangan berikutnya, muncul pesawat jenis DC, seperti 3 Douglas DC-3, 4 Douglas DC-5, dan Sikorsky S-43. Tentu saja, pesawat-pesawat ini memiliki daya angkut lebih besar dari sebelumnya. Disinggung sebelumnya bahwa KNILM juga menjalankan rute penerbangan hingga Singapura dan Australia. Ini menandakan bahwa sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Nusantara sudah memiliki bandara internasional yaitu Bandara Kemayoran Batavia. Bandara ini mulai beroperasi pada tahun 1940.

    Garuda Indonesia

    Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi babak baru bagi bangsa Indonesia dan seluruh aspek kehidupannya, termasuk aspek penerbangan. Melansir laman Garuda Indonesia, penerbangan sipil pertama pada masa kemerdekaan diinisiasi oleh Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Tepatnya pada 26 Januari 1949, AURI menyewakan pesawat bernama Indonesian Airways kepada pemerintah Burma.

    Namun penyewaan ini harus berakhir seiring disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB). Seluruh awak Indonesian Airways kembali ke Tanah Air pada tahun 1950, dengan pesawat dan fungsinya kembali kepada AURI. Dalam KMB disepakati bahwa pemerintah Belanda wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda di masa lalu kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu kekayaan yang harus diserahkan itu KNILM, yang pada tahun 1948 sudah bernama KLM-IIB atau Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf.

    Pada 21 Desember 1949 pemerintah Indonesia pun menggelar perundingan dengan pihak maskapai KLM. Perundingan salah satunya untuk membahas pendirian maskapai nasional. Pada saat itu, Presiden Soekarno pun mengusulkan nama maskapai Indonesia, yaitu Garuda Indonesian Airways (GIA). Penerbangan GIA pertama kali dilakukan dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menyambut Presiden Soekarno pada 29 Desember 1949, atau sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda.

    Sejak saat itu, Garuda Indonesia terus mengudara hingga saat ini. Bahkan pada tahun 1950, Garuda Indonesia resmi menjadi perusahaan negara, dengan mengoperasikan 38 pesawat berbagai jenis.